Pendidikan Kejuruan
Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era
yang ditandai dengan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya
penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja.
Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan manusia dalam arti
mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas. Hari Sudrajat
(2003) mengemukakan bahwa : “Muara dari suatu proses pendidikan, apakah itu
pendidikan yang bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan adalah dunia
kerja, baik sektor formal maupun sektor non formal”.
Tingkat keberhasilan pembangunan
nasional Indonesia di segala bidang akan sangat bergantung pada sumber daya
manusia sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan
seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya tersebut dapat dilakukan dan
ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur
pendidikan non formal. Salah satu lembaga pada jalur pendidikan formal yang
menyiapkan lulusannya untuk memiliki keunggulan di dunia kerja, diantaranya
melalui jalur pendidikan kejuruan.
Pendidikan kejuruan yang
dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia
kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan
pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang mampu
bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi
persaingan kerja. Kehadiran SMK sekarang ini semakin didambakan masyarakat
khususnya masyarakat yang berkecimpung langsung dalam dunia kerja. Dengan
catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai kualifikasi sebagai
(calon) tenaga kerja yang memiliki keterampilan vokasional tertentu sesuai
dengan bidang keahliannya.
Gambaran tentang kualitas lulusan
pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1979), bahwa :
“Kualitas pendidikan kejuruan menerapkan ukuran ganda, yaitu kualitas menurut
ukuran sekolah atau in-school success
standards dan kualitas menurut ukuran masyarakat atau out-of school success standards”. Kriteria pertama meliputi aspek
keberhasilan peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikuler yang telah
diorientasikan pada tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria kedua, meliputi
keberhasilan peserta didik yang tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai
dengan standar kompetensi nasional ataupun internasional setelah mereka berada
di lapangan kerja yang sebenarnya.
Upaya untuk mencapai kualitas
lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja tersebut,
perlu didasari dengan kurikulum yang dirancang dan dikembangkan dengan prinsip
kesesuaian dengan kebutuhan stakeholders.
Kurikulum pendidikan kejuruan secara spesifik memiliki karakter yang mengarah
kepada pembentukan kecakapan lulusan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
pekerjaan tertentu. Kecakapan tersebut telah diakomodasi dalam kurikulum SMK
yang meliputi kelompok Normatif, Adaptif dan kelompok Produktif.
Pengembangan kurikulum merupakan
suatu proses yang dimulai dari berpikir mengenai ide kurikulum sampai bagaimana
pelaksanaannya di sekolah. Hasan (1988) mengungkapkan bahwa, aspek-aspek dalam
prosedur pengembangan kurikulum merupakan aspek-aspek kegiatan kurikulum yang
terdiri atas empat dimensi yang saling berhubungan satu terhadap yang
lain, yaitu : (1) Kurikulum sebagai suatu
ide atau konsepsi, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, (3) Kurikulum
sebagai suatu kegiatan (proses) dan (4) Kurikulum sebagai suatu hasil belajar.
Kurikulum yang diimplementasikan di
SMK saat ini, khusus untuk kelompok produktif masih menggunakan kurikulum tahun
2004, sedangkan untuk kelompok normatif dan adaptif sudah menggunakan model
pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006. Pada tataran
implementasi kurikulum ini menuntut kreativitas guru di dalam memberikan
pengalaman belajar yang dapat meningkatkan kompetensi peserta didik, karena
betapapun baiknya kurikulum yang telah direncanakan pada akhirnya berhasil atau
tidaknya sangat tergantung pada sentuhan aktivitas dan kreativitas guru sebagai
ujung tombak implementasi suatu kurikulum.
Pendidikan dan pelatihan di SMK;
khususnya pada program produktif yang sesuai dengan bidang keahlian, secara
ideal dituntut untuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang mampu memberikan
pengalaman belajar kepada peserta didik di dalam penguasaan kompetensi atau
kemampuan kerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri. Pendekatan
pembelajaran tersebut terdiri dari : Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training), Pelatihan
Berbasis Produksi (Production Based
Training) dan Pelatihan Berbasis Industri. Dengan menerapkan pendekatan
pembelajaran ini diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar kepada peserta
didik di dalam penguasaan seluruh kompetensi yang harus dikuasai sesuai Standar
Kompetensi Nasional, sehingga mereka mampu mengikuti uji level pada setiap
akhir semester untuk Kelas X dan XI serta uji kompetensi untuk kelas XII yang
dilaksanakan oleh pihak industri sebagai inatitusi pasangan.
Pengertian Pendidikan Kejuruan
Beberapa pendapat tentang pengertian
pendidikan kejuruan dari beberapa ahli antara lain, pendidikan kejuruan
didefinisikan sebagai “vocational
educational is simply training for skills, training the hands” (Vocational Instructional Service, 1989).
Pendidikan kejuruan merupakan latihan sederhana untuk menguasai suatu
keterampilan, yaitu keterampilan tangan. Pada abad kesembilan belas dimunculkan
konsep baru tentang pendidikan kejuruan, yaitu dengan dimasukkannya pendidikan
kejuruan ke dalam pemberdayaan profesional, seperti halnya hukum, profesi,
kedokteran, keperawatan dan profesional lainnya. Schippers (1994), mengemukakan
bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan non akademis yang berorientasi pada
prakik-praktik
dalam bidang pertukangan, bisnis, industri, pertanian, transportasi, pelayanan
jasa, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 pasal 15 menyatakan bahwa
pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan adalah
pendidikan yang menghubungkan, menjodohkan, melatih manusia agar memiliki
kebiasaan bekerja untuk dapat memasuki dan berkembang pada dunia kerja
(industri), sehingga dapat dipergunakan untuk memperbaiki kehidupannya.
Memahami pendapat di atas dapat
diketahui bahwa pendidikan kejuruan berhubungan dengan mempersiapkan seseorang
untuk bekerja dan dengan memperbaiki pelatihan potensi tenaga kerja. Hal ini
meliputi berbagai bentuk pendidikan, pelatihan, atau pelatihan lebih lanjut
yang dibentuk untuk mempersiapkan seseorang untuk memasuki atau melanjutkan
pekerjaan dalam suatu jabatan yang sah. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan nasional
yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan
sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu mengembangkan
potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Dalam proses pendidikan kejuruan perlu ditanamkan pada siswa pentingnya
penguasaan pengetahuan dan teknologi, keterampilan bekerja, sikap mandiri,
efektif dan efisien dan pentingnya keinginan sukses dalam karirnya sepanjang
hayat. Dengan kesungguhan dalam mengikuti pendidikan kejuruan maka para lulusan
kelak dapat menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri.
Landasan Pendidikan Kejuruan
a)
Landasan
Yuridis
Landasan yuridis pendidikan
Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang
menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, yang menurut
Undang-Undang Dasar 1945.
1.
UUD
1945 mengamanatkan kepada pemerintah melalui usaha penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang.
2.
UU
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan bahwa SMK
merupakan “pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama dalam
bidang pekerjaan tertentu”. Dan Pasal 38 yang menyatakan bahwa kerangka dasar
dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah
melalui BSNP.
3.
Kepmendikbud
No. 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
4.
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
5.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi.
6.
Permendiknas
No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
7.
Permendiknas
No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
8.
Permendiknas No. 22 dan No. 23
tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan
9.
Ketentuan-ketentuan
lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan di SMK.
b)
Landasan
Filosofis
Dalam pendidikan kejuruan ada dua
aliran filsafat yang sesuai dengan keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan
esensialisme. Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus
mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya.
Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan
dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial,
ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
Filosofi memandang pendidikan
kejuruan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas penyiapan orang untuk
bekerja atau mandiri, maka menuntut adanya jenis pendidikan yang dapat
menyediakan berbagai alternatif pilihan itu, dan untuk hal tersebut yang paling
tepat adalah pendidikan kejuruan itu sendiri.
Oemar Hamalik (1990) dalam http://ismailmajid.wordpress.com/ 2012/10/08/landasan-filosofi-dan-yuridis-pendidikan-teknologi-kejuruan/ secara
tegas memberikan gambaran tentang falsafah pendidikan kejuruan dapat dirangkum
ke dalam enam hal yaitu:
1. Pekerjaan yang dipilih individu
harus berdasarkan pada orientasi individu itu sendiri, misalnya bakat, minat,
kemampuan,
dan sebagainya.
2. Beberapa pekerjaan yang ditawarkan
meliputi semua aspek kehidupan.
3. Setiap individu harus mendapatkan
kesepatan untuk memilih jenis pekerjaan yang cocok dengan orientasi dan
kesempatan kerja yang sama.
4. Individu perlu mendapat dorongan
membangun masyarakartnya, berdasarkan pengetahuan, skill, dan kesempatan kerja
yang ada.
5. Sumber-sumber pendidikan harus dapat
mengembangkan sumber daya manusia, menjadi individu yang mampu membantu
inidividu lainnya, sebagai pemimpin dan pembangun.
6. Alokasi sumber-sumber harus
merefleksi kebutuhan manusia.
Charles Prosser dalam Vocational
Education in Democracy (1949) yang dikutip oleh William G. Camp dan John H.
Hillison (1984, 15-16) dalam http://ismailmajid.wordpress.com/2012/10/08/landasan-filosofi-dan-yuridis-pendidikan-teknologi-kejuruan/ memberikan
16 butir dalil sebagai falsafah pendidikan kejuruan yaitu:
1. Pendidikan kejuruan akan efisien
apabila disediakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi nyata dimana lulusan
akan bekerja.
2. Latihan kejuruan akan efektif
apabila diberikan tugas atau program seusai dengan apa yang dikerjakan kelak.
Demikian pula fasilitas atau peralatan beserta proses kerja dan operasionalnya
dibuat sama dengan kondisi nyata nantinya.
3. Pendidikan kejuruan akan efektif
bilmana latihan dan tugas yang diberikan secara langsung dan spesifik (dalam
arti mengerjakan benda kerja sesungguhnya, bukan sekedar tiruan).
4. Pendidikan kejuruan akan efektif
bilamana dalam latihan kerja atau dalam pengerjaan tugas sudah dibiasakan pada
kondisi nyata nantinya.
5. Pendidikan kejuran akan efektif
bilamana program-program yang disediakan adalah banyak dan bervariasi meliputi
semua profesi serta mampu dimanfaatkan atau ditempuh oleh peserta didik.
6. Latihan kejuruan akan efektif
apabila diberikan secara berulang kali hingga diperoleh penguasaan yang memadai
bagi peserta didik.
7. Pendidikan kejuruan akan efektif
bila para guru dan instrukturnya berpengalaman dan mampu mentransfer kepada
peserta didik.
8. Pendidikan kejuruan akan efektif
bilamana mampu memberikan bekal kemampuan minimal yang dibutuhkan dunia kerja
(sebagai standar minimal profesi), sehingga mudah adaptif dan mudah
pengembangannya.
9. Pendidikan kejuruan akan efektif
apabila memperhatikan kondisi pasar kerja.
10. Proses pemantapan belajar dan
latihan peserta didik dalam pendidikan kejuruan akan efektif apabila diberikan
secara proporsional.
11. Sumber data yang dipergunakan untuk
menentukan program pendidikan didasarkan atas pengalaman nyata pekerjaan di
lapangan.
12. Pendidikan kejuruan memberikan program tertentu yang mendasar
sebagai dasar kejuruannya serta program lain sebagai pengayaan atau
pengembangannnya.
13. Pendidikan kejuruan akan efisien
apabila sebagai lembaga pendidikan yang menyiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan
dunia kerja tertentu dan dalam waktu tertentu.
14. Pendidikan kejuruan dapat dirasakan
manfaatnya secara sosial kemasyarakatan termasuk memperhatikan hubungan
kemanusiaan dan hubungan dengan masyarakat luar dunia pendidikan.
15. Administrasi pendidikan kejuruan
akan efisien apabila bersifat fleksibel dan tidak bersifat kaku.
16. Walaupun pendidikan kejuruan telah
diusahakan dengan biaya investasi semaksimal mungkin, namun apabila sampai dalam batas
minimal tersebut tidak efektif, maka lebih baik penyelenggaraan pendidikan
kejuruan dibatalkan.
Berdasarkan falsafah pendidikan
kejuruan yang diuraikan di atas, khususnya dari Charles Prosser dapat
diasumsikan bahwa 16 butir falsafah tersebut juga sekaligus kriteria dasar yang
sagat esensial dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Maksudnya dalah
pendidikan kejuruan akan dikatakan dengan klasifikasi baik apabila mampu
memenuhi 16 kriteria falsafah pendidikan kejuruan tersebut.
c)
Model
Penyelenggaraan
Pendidikan Kejuruan Berdasarkan Sistem Perundang-undangan Republik Indonesia
Model perencanaan dan pengembangan
kurikulum pembelajaran pendidikan kejuruan tidak terlepas dari tujuan pendidikan
kejuruan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003. Tujuan pendidikan kejuruan sceara umum adalah untuk mempersiapkan
peserta didik memasuki dunia kerja dengan dibekali kompetensi yang sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut, diterjemahkan dalam kurikulum
yang dikembangkan sesuai karakteristik pendidikan kejuruan.
Berdasarkan beberapa pendapat, terdapat beberapa Model Sistim Pendidikan
Kejuruan :
1.
Model Pasar
Merupakan sistim pendidikan yang merupakan tanggung jawab industri dan di
jalankan sepenuhnya oleh industri. Pada model pasar pemerintah tidak terlibat
dalam proses kualifikasi kejuruan. Model ini sering juga disebut Model Liberal
dan langsung di arahkan pada produksi dan pasaran kerja.
2.
Model Sekolah
Model sekolah adalah model pendidikan dimana pemerintah berperan
merencanakan, mengorganisasikan, dan memantau pelaksanaan pendidikan kejuruan.
Model ini sering juga disebut Model Birokratik.
3.
Model Sistim Ganda
Merupakan perpaduan antara model pasar dan model sekolah dalam hal ini
pemerintah berperan sebagai pengawas model pasar, model ini disebut juga dual system. Dalam model ini,
Siswa/Siswi SMK melakukan belajar tidak hanya di dalam sekolah melainkan juga
di luar sekolah melalui Praktik Kerja Industri (PRAKERIN) di Dunia Usaha /
Dunia Industri.
4.
Model Pendidikan Koperatif
Pendidikan kejuruan yang diselenggarakan bersama antara sekolah dan
perusahaan. Terbagi dalam dua macam :
a. School and
Enterprise, pendidikan kejuruan yang merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah
dan industri.
b.
Training Center and Enterprise.
5. Informal Vocantional Education
Sistim pendidikan yang lahir dengan sendirinya, atas inisiatif pribadi atau
kelompok untuk memenuhi ketrampilan yang tidak dapat dipenuhi di pendidikan
formal.
Semua model pendidikan di atas sebetulnya bertujuan sama,
yaitu menciptakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan pengetahuan
sesuai tuntutan kerja selain itu mampu mengembangkan potensi diri dan
beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
d)
Karakteristik Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan memiliki
karakteristik yang berbeda dengan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan tersebut
dapat dikaji dari tujuan pendidikan, substansi pelajaran.
1.
Tujuan pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Dari tujuan pendidikan kejuruan
tersebut mengandung makna bahwa pendidikan kejuruan di samping menyiapkan
tenaga kerja yang profesional juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan program
kejuruan atau bidang keahlian. Berdasarkan pada tujuan pendidikan kejuruan di
atas, maka untuk memahami filosofi pendidikan kejuruan perlu dikaji dari
landasan penyelenggaraan pendidikan kejuruan sebagai berikut :
a.
Asumsi tentang anak didik
Pendidikan kejuruan harus memandang
anak didik sebagai individu yang selalu dalam proses untuk mengembangkan
pribadi dan segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini menyangkut
proses yang terjadi pada diri anak didik, seperti proses menjadi lebih dewasa,
menjadi lebih pandai, menjadi lebih matang, yang menyangkut proses perubahan
akibat pengaruh eksternal, antara lain berubahnya karir atau pekerjaan akibat
perkembangan sosial ekonomi masyarakat.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya
menyediakan stimulus berupa pengalaman belajar untuk membantu mereka dalam
mengembangkan diri dan potensinya. Oleh karena itu, keunikan tiap individu
dalam berinteraksi dengan dunia luar melalui pengalaman belajar merupakan upaya
terintegrasi guna menunjang proses perkembangan diri anak didik secara optimal.
Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip pendidikan kejuruan “learning by doing”, dengan kurikulum
yang berorientasi pada dunia kerja.
b.
Konteks sosial pendidikan kejuruan
Tujuan dan isi pendidikan kejuruan
senantiasa dibentuk oleh kebutuhan masyarakat yang berubah begitu pesat,
sekaligus juga harus berperan aktif dalam ikut serta menentukan tingkat dan
arah perubahan masyarakat dalam bidang kejuruannya tersebut. Pendidikan kejuruan
berkembang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat, melalui dua
institusi sosial. Pertama, institusi sosial yang berupa struktur pekerjaan
dengan organisasi, pembagian peran atau tugas, dan perilaku yang berkaitan
dengan pemilihan, perolehan dan pemantapan karir. Institusi sosial yang kedua,
berupa pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai media pelestarian budaya
sekaligus sebagai media terjadinya perubahan sosial.
c.
Dimensi ekonomi pendidikan kejuruan
Hubungan dimensi ekonomi dengan pendidikan
kejuruan secara konseptual dapat dijelaskan dari kerangka investasi dan nilai
balikan (value of return) dari hasil
pendidikan kejuruan. Dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan, baik swasta
maupun pemerintah semestinya pendidikan kejuruan memiliki konsekuensi investasi
lebih besar daripada pendidikan umum. Di samping itu, hasil pendidikan kejuruan
seharusnya memiliki peluang tingkat balikan (rate of return) lebih cepat dibandingkan dengan pendidikan umum.
Kondisi tersebut dimungkinkan karena tujuan dan isi pendidikan kejuruan
dirancang sejalan dengan perkembangan masyarakat, baik menyangkut tugas-tugas
pekerjaan maupun pengembangan karir peserta didik.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya
mewujudkan peserta didik menjadi manusia produktif, untuk mengisi kebutuhan
terhadap peran-peran yang berkaitan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi
masyarakat. Dalam kerangka ini, dapat dikatakan bahwa lulusan pendidikan
kejuruan seharusnya memiliki nilai ekonomi lebih cepat dibandingkan pendidikan
umum.
d.
Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan harus lebih
memfokuskan usahanya pada komponen pendidikan dan pelatihan yang mampu
mengembangkan potensi manusia secara optimal. Meskipun pada dasarnya hubungan
antara pendidikan kejuruan dan kebijakan ketenagakerjaan adalah hubungan yang
didasari oleh kepentingan ekonomis, tetapi harus selalu diingat bahwa hubungan
penyelenggaraan
pendidikan kejuruan tidak semata-mata ditentukan oleh kepentingan ekonomi.
Dalam konteks ini diartikan bahwa
pendidikan kejuruan, dengan dalih kepentingan ekonomi, tidak seharusnya hanya
mendidik anak didik dengan seperangkat skill
atau kemampuan spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, karena keadaan ini tidak
memperhatikan anak didik sebagai suatu totalitas. Mengembangkan kemampuan
spesifik secara terpisah dari totalitas pribadi anak didik, berarti memberikan
bekal yang sangat terbatas bagi masa depannya sebagai tenaga kerja.
2.
Peserta didik
Peserta didik pada Pendidikan Kejuruan lebih dikhususkan bagi
anak yang berkeinginan memiliki kemampuan vokatif. Harapan mereka setelah lulus
dapat langsung bekerja atau melanjutkan ke perguruan tinggi dengan mengambil
bidang profesional atau bidang akademik. Usia peserta didik secara umum pada
rentang 15/16 – 18/19 tahun, atau peserta didik berada pada masa remaja.
Masa remaja merupakan masa peralihan
antara masa anak dengan dewasa. Pada masa ini biasanya terjadi gejolak atau
kemelut yang berkenaan dengan segi afektif, sosial, intelektual dan moral.
Kondisi ini terjadi karena adanya perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis
yang sangat cepat yang mengganggu kestabilan kepribadian anak. Oleh karena itu,
di dalam merancang pembelajaran bagi anak yang berusia remaja ini seyogianya memperhatikan
tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan para remaja. Beberapa tugas
perkembangan remaja yang disarikan dari Sukmadinata (2001), yaitu :
a.
Mampu menjalin hubungan yang lebih matang dengan sebaya dan
jenis kelamin lain. Belajar bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan
tertentu, bisa melepaskan perasaan pribadi dan mampu memimpin tanpa
mendominasi.
b.
Mampu melakukan peran-peran sosial sebagai laki-laki dan
wanita. Mampu menghargai, menerima dan melakukan peran-peran sosial sebagai
laki-laki dan wanita dewasa.
c.
Menerima kondisi jasmaninya dan dapat menggunakannya secara
efektif. Remaja dituntut untuk menyenangi dan menerima dengan wajar kondisi
badannya, dapat menghargai atau menghormati kondisi badan orang lain, dapat
memelihara dan menjaga kondisi badannya.
d.
Memiliki kemandirian
emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Remaja diharapkan telah
lepas dari ketergantungan sebagai kanak-kanak dari orang tuanya, dapat
menyayangi orang tua, menghargai orang tua atau orang dewasa lainnya tanpa
tergantung pada mereka.
e.
Memiliki perasaan mampu berdiri sendiri dalam bidang
ekonomi. Terutama pada anak laki-laki, kemudian berangsur-angsur pula tumbuh
pada anak wanita, perasaan mampu untuk mencari nafkah sendiri.
f.
Mampu memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.
Anak telah mampu membuat perencanaan karir, memilih pekerjaan yang cocok dan
mampu ia kerjakan, membuat persiapan-persiapan yang sesuai.
g.
Mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan intelektual
untuk hidup bermasyarakat. Mengembangkan konsep-konsep tentang hukum,
pemerintahan, ekonomi, politik, institusi sosial yang cocok bagi kehidupan
modern, mengembangkan keterampilan berpikir dan berbahasa untuk dapat
memecahkan problema-problema masyarakat modern.
h.
Memiliki perilaku sosial seperti yang diharapkan masyarakat.
Dapat berpartisipasi dengan rasa tanggung jawab bagi kemajuan dan kesejahteraan
masyarakat.
i.
Memiliki seperangkat nilai yang menjadi pedoman bagi
perbuatannya. Telah memiliki seperangkat nilai yang bisa diterapkan dalam
kehidupan, ada kemauan dan usaha untuk merealisasikannya.
3.
Substansi pendidikan kejuruan
Substansi dari pendidikan kejuruan
harus menampilkan karakteristik pendidikan kejuruan yang tercermin dalam
aspek-aspek yang erat dengan perencanaan kurikulum, yaitu :
a.
Orientasi (Orientation)
Kurikulum pendidikan kejuruan telah
berorientasi pada proses dan hasil atau lulusan. Keberhasilan utama kurikulum
pendidikan kejuruan tidak hanya diukur dengan keberhasilan pendidikan peserta
didik di sekolah saja, tetapi juga dengan hasil prestasi kerja dalam dunia
kerja. Finch dan Crunkilton (1984 : 12) mengemukakan bahwa: Kurikulum pendidikan
kejuruan berorientasi terhadap proses (pengalaman dan aktivitas dalam
lingkungan sekolah) dan hasil (pengaruh pengalaman dan aktivitas tersebut pada
peserta didik).
b. Dasar kebenaran/Justifikasi (Justification)
Pengembangan program pendidikan
kejuruan perlu adanya alasan atau justifikasi yang jelas. Justifikasi untuk
program pendidikan kejuruan adalah adanya kebutuhan nyata tenaga kerja di
lapangan kerja atau di dunia usaha dan industri. Dasar kebenaran/justifikasi
pendidikan kejuruan menurut Finch dan Crunkilton (1984: 12), meluas hingga
lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketika kurikulum berorientasi pada peserta
didik, maka dukungan bagi kurikulum tersebut berasal dari peluang kerja yang
tersedia bagi para lulusan.
c.
Fokus (Focus)
Fokus kurikulum dalam pendidikan
kejuruan tidak terlepas pada pengembangan pengetahuan mengenai suatu bidang
tertentu, tetapi harus secara simultan mempersiapkan peserta didik yang
produktif. Finch dan Crunkilton (1984: 13) mengemukakan bahwa: Kurikulum
pendidikan kejuruan berhubungan langsung dengan membantu siswa untuk
mengembangkan suatu tingkat pengetahuan, keahlian, sikap dan nilai yang luas.
Setiap aspek tersebut akhirnya bertambah dalam beberapa kemampuan kerja
lulusan. Lingkungan belajar pendidikan kejuruan mengupayakan di dalam
mengembangkan pengetahuan peserta didik, keahlian meniru, sikap dan nilai serta
penggabungan aspek-aspek tersebut dan aplikasinya bagi lingkkungan kerja yang
sebenarnya.
Seluruh kemampuan tersebut di atas,
dapat dikuasai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar yang diberikan,
yaitu berupa rangsangan yang diaplikasikan baik pada situasi kerja yang
tersimulasi lewat proses belajar mengajar di sekolah maupun situasi kerja yang
sebenarnya pada dunia usaha atau industri (pembelajaran di dunia kerja). Dari
hasil belajar atau kemampuan yang telah dikuasai diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada pengembangan diri peserta didik, sehingga mereka mampu bekerja
sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
d.
Standar keberhasilan
di sekolah (In-school success standards)
Kriteria untuk menentukan
keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan diukur dari keberhasilan peserta
didik di sekolah, mengenai beberapa aspek yang akan dia masuki. Penilaian
keberhasilan pada peserta didik di sekolah harus pada penilaian sebenarnya atau
kemampuan melakukan suatu pekerjaan. Dengan kata lain bahwa dalam standar
keberhasilan sekolah harus berhubungan erat dengan keberhasilan yang diharapkan
dalam pekerjaan, dengan kriteria yang digunakan oleh guru dengan mengacu pada
standar atau prosedur kerja yang telah ditentukan oleh dunia kerja (dunia usaha
dan dunia industri).
e.
Standar keberhasilan
di luar sekolah (Out-of school success
standards)
Penentu keberhasilan tidak terbatas
pada apa yang terjadi di lingkungan sekolah. Standar keberhasilan di luar
sekolah berkaitan dengan pekerjaan atau kemampuan kerja yang biasanya dilakukan
oleh dunia usaha atau dunia industri. Menurut Starr (1975), bahwa : Walaupun
standar keberhasilan beragam antar sekolah dan antar Negara, tetapi
keberhasilan tersebut seringkali mengambil bentuk kepuasan pegawai dengan
keahlian lulusan, suatu persentase tinggi lulusan yang mendapatkan pekerjaan di
bidang persiapan atau dalam bidang yang berhubungan, kepuasan kerja lulusan, kemajuan
yang dialami lulusan.
Sebagai contoh, untuk menentukan
keberhasilan di luar sekolah yang sudah dilakukan pada SMK adalah dengan
dilaksanakannya uji level untuk kelas X dan XI, serta uji kompetensi untuk
kelas XII yang dilakukan oleh dunia usaha atau industri berdasarkan standar
kompetensi nasional sesuai bidang keahlian.Standar kelulusan di luar sekolah (out-of school success standards)
dilakukan oleh dunia usaha dan industri yang mengacu pada standar kompetensi
sesuai bidang keahlian atau produk yang dihasilkan oleh masing-masing industri.
f.
Hubungan kerja sama
dengan masyarakat (School-community
relationships)
Suatu usaha pendidikan harus
berhubungan dengan masyarakat, demikian pula dengan pendidikan kejuruan
memiliki tanggung jawab di dalam mempertahankan hubungan yang kuat dengan
berbagai bidang keahlian yang berkembang di masyarakat.
Pengertian masyarakat yang dimaksud
adalah dunia usaha dan dunia industri. Penyelenggaraan pendidikan kejuruan
harus relevan dengan tuntutan kerja pada dunia usaha atau industri, maka
masalah hubungan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha atau industri
merupakan suatu ciri karakteristik yang penting bagi pendidikan kejuruan.
Perwujudan hubungan timbal balik berupa kesediaan dunia usaha atau industri, menampung
peserta didik untuk mendapat kesempatan pengalaman belajar di lapangan kerja
atau industri, merupakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.
g. Keterlibatan pemerintah pusat
(Federal involvement)
Keterlibatan pemerintah pusat ini
berkaitan dengan dana pendidikan yang akan dialokasikan, karena hal ini akan
mempengaruhi kurikulum. Misalnya: Ketentuan jam pengajaran kejuruan tertentu
dan jenis perlengkapan tertentu yang digunakan di bengkel atau laboratorium
dapat membantu perkembangan suatu tingkat kualitas yang lebih tinggi.
h. Kepekaan (Responsivenenss)
Komitmen yang tinggi untuk selalu
berorientasi ke dunia kerja, pendidikan kejuruan harus mempunyai ciri berupa
kepekaan atau daya sesuai terhadap perkembangan masyarakat pada umumnya, dan
dunia kerja pada khususnya. Perkembangan ilmu dan teknologi, inovasi dan
penemuan-penemuan baru di bidang produksi dan jasa, besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pendidikan kejuruan. Untuk itulah pendidikan kejuruan harus
bersifat responsif proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan
upaya lebih menekankan kepada sifat adaptabilitas dan fleksibilitas untuk
menghadapi prospek karir peserta didik dalam jangka panjang.
i.
Logistik
Kurikulum pendidikan kejuruan dalam
implementasi kegiatan pembelajaran perlu didukung oleh fasilitas belajar yang
memadai, karena untuk mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan
situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif, diperlukan banyak
perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik. Bengkel kerja dan laboratorium
adalah kelengkapan utama dalam sekolah kejuruan yang harus ada sebagai
fasilitas bagi peserta didik di dalam mengembangkan kemampuan kerja sesuai
dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
Kebutuhan untuk koordinasi program
kejuruan yang bekerja sama dengan industri di masyarakat, berhubungan erat
untuk menjalin dan mempertahankan pusat kerja bagi peserta didik menunjukkan
suatu susunan unit permasalahan logistik.
j.
Pengeluaran (Expense)
Pengeluaran rutin sebagai biaya
pendidikan pada pendidikan kejuruan yang menunjang kegiatan pembelajaran,
mencakup biaya listrik, air, pemeliharaan dan penggantian peralatan, biaya
transportasi ke lokasi/industri (tempat praktek kerja/magang) yang jauh dari
sekolah. Di samping itu, peralatan harus diperbaharui secara periodik juga guru
berharap untuk memberikan pengalaman belajar yang sebenarnya bagi peserta didik
sebagaimana layaknya di industri, maka ini bisa menjadi mahal. Yang terakhir
yang juga harus menjadi perhatian adalah pembelian bahan habis sebagai bahan praktikum
yang digunakan secara rutin sesuai dengan program keahlian yang dikembangkan
pada sekolah
masing-masing.
Dari uraian mengenai karakteristik
pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1984) di atas,
dapat dijadikan acuan di dalam pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan di
Indonesia. Kurikulum pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia
sebaiknya mengacu pada karakteristik sebagai berikut :
1)
Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta
didik memasuki lapangan kerja.
2)
Pendidikan kejuruan didasarkan atas kebutuhan dunia kerja.
3)
Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia
kerja.
4)
Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan peserta
didik harus pada “hands-on” atau performance dalam dunia kerja.
5)
Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci
keberhasilan pendidikan kejuruan.
6)
Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan
antisipatif terhadap kemajuan teknologi.
7)
Pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing”.
8)
Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk
praktek sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industry.
E. Prinsip-prinsip Pendidikan Kejuruan
Prinsip-prinsip pendidikan kejuruan
yang dikemukakan Prosser (Djojonegoro, 1998); sebagai berikut :
a.
Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana
siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.
b.
Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan
dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama
seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
c.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika institusi tersebut
melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan
dalam pekerjaan itu sendiri.
d.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika institusi tersebut
mampu membekali setiap individu memodali minatnya, pengetahuan dan keterampilannya
pada tingkat yang paling tinggi.
e.
Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi,
jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang
memerlukannya, yang menginginkannya dan yang dapat untung darinya.
f.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan
untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfkir yang benar diulangkan
sehingga pas seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya.
g.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah memiliki
pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada
operasi dan proses kerja yang akan dilakukan.
h.
Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus
dimiliki oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.
i.
Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar
(memperhatikan tanda-tanda pasar kerja).
j.
Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan
tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata.
k.
Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan
pada suatu okupasi tersebut.
l.
Setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
m.
Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang
efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan
memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan.
n.
Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang
digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan
sifat-sifat peserta didik tersebut.
o.
Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika dia luwes
dan mengalir daripada kaku dan terstandar.
p.
Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak
terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.
F. Jenis Pendidikan
Kejuruan di Indonesia
Jenis
pendidikan kejuruan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Sekolah menengah kejuruan (SMK)
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal
yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat
atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. SMK sering
disebut juga STM (Sekolah Teknik Menengah). Terdapat berbagai program keahlian dalam sekolah menengah kejuruan (SMK)
seperti Penerbangan, Perkapalan, Tata Boga (Memasak), Tata Rias (Kecantikan), Tata Busana (Desain Baju), Akutansi, Administrasi, Perkantoran, Multimedia, Rekayasa Perangkat Lunak, Desain Grafis, Rancang Bangunan, Perhotelan, Keperawatan, Apoteker, Pendingin, Pengolah Suara, Elektronik, Pertanian, Perikanan, Seni, Bioteknologi, Perkantoran, Pengolahan Kayu, Olahraga, teknik, dan arsitektur.
2. Madrasah aliyah kejuruan (MAK) adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan
kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai
lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari
hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs.
G. Kelebihan dan Kekurangan Sekolah
Kejuruan
1. Kelebihan Sekolah Kejuruan
a. Bisa langsung bekerja dan bahkan bisa kerja sambil kuliah
b. Bakat bisa
dikembangkan secara optimal esuai
dengan bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka memenuhi kebutuhan/kesempatan
kerja yang sedang dan akan berkembang pada daerah tersebut.
c. Lulusan SMK merupakan tenaga
terdidik, terlatih, dan terampil.
d. Mampu mengikuti pendidikan lanjutan
dan atau menyesuaikan dengan perubahan teknologi.
e.
Berdampak sebagai pendukung
pertumbuhan industri (kecil atau besar).
f.
Mengurangi angka pengangguran dan
kriminalitas.
g. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
negara melalui pajak penghasilan dan pertambahan nilai.
2. Kekurangan Sekolah Kejuruan
a. Pelajarannya kurang detail dan tidak
bervariatif
b. Pelajaran yang diajarkan hanya
mengarah pada
jurusan tertentu
c. Sekolah
kejuruan yang berbentuk yayasan/swasta akan mempengaruhi pendanaan dan
administrasi sekolah sehingga sarana dan prasarananya kurang memadai.
d. Sekolah
kejuruan yang mempunyai program, akan tetapi program tersebut kurang diminati
oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat terkini.
J. Hambatan Pendidikan Kejuruan
Beberapa
hambatan yang dihadapi dalam pendidikan kejuruan yaitu:
1.
Tidak jarang pihak
sekolah mengalami kesulitan untuk menetapkan jenis pekerjaan dan materi yang
akan diberikan kepada peserta didik yang bisa sesuai dan diterima oleh dunia
kerja.
2.
Pelaksanaan
penempatan siswa yang akan melakukan praktik kerja industri
sering tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki siswa.
3.
Sarana dan prasarana
pendidikan di Indonesia belum memadai, fasilitas belajar
dan peralatan laboratorium banyak yang rusak/tidak layak dan tidak sesuai lagi
dengan peralatan yang ada di dunia kerja.
4.
Faktor kompetensi
dan profesionalisme guru yang kurang memadai, sehingga pembelajaran tidak bisa berjalan secara efektif.
5.
Terdapat
kesenjangan yang mencolok antara SMK yang ada di kota-kota besar dengan daerah,
sehingga kita tidak bisa memacu pendidikan dengan cepat.
K. Penampilan
Sekolah Pendidikan Kejuruan Masa Depan
Sekolah Menengah Kejuruan masa
depan tentang penampilan dan ciri antara
lain bangunan dan lingkungan sekolah yang dapat mengakomodasi dan mencerminkan
ciri SMK secara umum maupun ciri proses/mekanisme pendidikan dalam skala lebih
kecil sebagai berikut:
1. SMK memiliki ciri umum dengan
penampilannya yang terbuka formal dan berskala manusia. Secara khusus,
sekolah kejuruan harus mengekspresikan ciri jenis industri atau kejuruan yang
ditanganinya.
2. SMK berperan sebagai agen
perkembangan/ perubahan budaya selain sebagai tempat pencetakan tenaga kompeten.
Untuk itu, bengkel atau studio atau ruang praktik tempat siswa belajar dan
berlatih juga harus menampilkan ciri-ciri suatu industri.
3. Ciri Arsitektur daerah yang
ditampilkan, diharapkan dapat memberi aksen pada pembangunan dan lingkungan
sekolah dan ditempatkan pada daerah yang bersifat umum, terutama yang bisa
terlihat dari luar lingkungan sekolah. Penampilan ciri tersebut harus
tetap mempertimbangkan aspek fungsi sebagai bangunan pendidikan serta
pertimbangan tujuan penampilan ciri daerah, besarnya biaya pembangunan dan
kemudahan pemeliharaan.
Sumber
http://izzaucon.blogspot.co.id/2014/06/pendidikan-kejuruan.html
(diakses hari senin 29 November 2015, pukul 20.00 wita)
Arsyad, A. (2004). Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
0 komentar:
Posting Komentar